Proses Perkembangan Janin Menurut Al-Qur’an dan Sains

janin

rahmadanil.com | Perkembangan janin

Dalil Al-Mu’minun: 12-14

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن سُلَالَةٍ مِّن طِينٍ -١٢- ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَّكِينٍ -١٣- ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ -١٤

“Dan sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.Kemudian Kami Menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).Kemudian, air mani itu Kami Jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami Jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami Jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami Bungkus dengan daging. Kemudian, Kami Menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.”  (al-Mu’minun: 12-14)”.

مَّكِينٍ : yang kokoh

الْعَلَقَةَ : darah beku

مُضْغَةً : sepotong daging sebesar apa yang bisa dikunyah[1]

Tafsir ayat

“Dan sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.” (al-Mu’minun:12)

Ayat ini mengisyaratkan tentang periode pertumbuhan manusia. Hal itu menunjukkan bahwa manusia melewati banyak fase yang berturut-turut. Dari tanah kemudian menjadi manusia. Tanah merupakan sumber pertama atau fase pertama. Dan, manusia merupakan fase terakhir. Ini adalah hakikat yang kita ketahui dari al-Qur’an dan kita tidak mencarinya dari teori-teori ilmiah yang membahas tentang pertumbuhan manusia atau pertumbuhan makhluk hidup.[2]

Sesungguhnya al-Qur’an menetapkan hakikat itu agar dijadikan sebagai bahan renungan tentang ciptaan Allah dan agar dipikirkan peralihan yang panjang dari tanah menuju manusia yang berjenjang-jenjang dalam pertumbuhannya dari tanah tersebut. Al-Qur’an tidak memaparkan perincian jenjang-jenjang tersebut karena hal itu tidak penting dan tidak menjadi perhatiannya dalam mencapai tujuan-tujuan besarnya.

Teori-teori ilmiah berusaha menetapkan jenjang-jenjang tertentu dalam pertumbuhan untuk menghubungkan antara proses dari tanah hingga menuju manusia. Teori-teori itu kadangkala benar dan kadangkala salah dalam usaha tersebut, di mana al-Qur’an tidak menjelaskannya secara terperinci. Kita tidak berhak mencampurbaurkan antara hakikat silsilah itu dengan usaha-usaha ilmiah yang membahas lingkaran silsilah itu.

Perbedaan yang paling mencolok antara bahasan teori-teori ilmiah dengan bahasan yang ada dalam al-Qur’an adalah bahwa al-Qur’an menghormati manusia dan menentukan bahwa didalam diri manusia ada roh dari Allah. Roh itulah yang menyebabkan “kerangka saripati dari tanah” menjadi manusia dan memberikan karakter-karakter yang menjadikannya layak sebagai manusia dan membedakannya dari hewan. Di sinilah letak perbedaan yang sejauh-jauhnya antara teori Islam dan teori ilmiah yang bersumber dari materi.  Allah-lah Zat Yang Maha Benar.

 Sedangkan  di kitab Tafsir al-Maraghi menjelaskan  bahwa sekelompok Mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan manusia di sini yaitu Adam  as., mereka mengatakan bahwa air mani lahir dari darah yang terjadi dari makanan, baik yang bersifat hewani maupun yang bersifat nabati. Makanan yang bersifat hewani akan berakhir pada makanan yang bersifat nabati, dan tumbuh-tumbuhan lahir dari saripati tanah dan air. Jadi pada hakekatnya manusia lahir dari saripati tanah, kemudian saripati itu mengalami perkembanagan hingga menjadi air mani.

Kemudian Kami Menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). (al-Mukminun: 13)

Manusia telah “tumbuh dari saripati tanah” Sedangkan, perkembangbiakannya setelah itu, telah ditetapkan oleh sunatullah bahwa ia terjadi dengan cara air mani yang keluar dari tulang sulbi laki-laki, kemudian menetap dalam rahim seorang wanita. Satu tetes air mani, bahkan satu benih dari berpuluh ribu benih yang ada dalam satu tetes itu. Ia menetap dalam “tempat yang kokoh(rahim).[3]

Redaksi al-Qur’an menjadikan tetes air mani sebagai periode di antara periode-periode pertumbuhan manusia. Air mani itu ada setelah manusia ada. Ia merupakan hakikat yang tidak bisa dipungkiri. Namun, ia merupakan hakikat yang sangat menakjubkan, yang perlu direnungkan. Maka, manusia yang sangat besar itu dengan segala unsur dan karakternya, sebetulnya tersari dalam satu tetes mani tersebut. Sebagaimana ia pun diulang dalam bentuk baru dalam janin dan wujudnya terus-menerus ada dalam bentuk yang ringkas dan menakjubkan.

Fase-fasenya

Dari fase setetes mani menuju fase segumpal darah, ketika sel mani laki-laki bertemu dengan sel telur wanita. Kemudian ia menggantung dalam rahim sebagai titik yang kecil pada awalnya yang mengambil sari makanan dari darah ibunya.

Dari fase segumpal darah menuju fase segumpal daging, ketika titik yang menggantung itu berangsur-angsur besar, dan berubah menjadi sepotong darah yang keras dan bercampur.

Ciptaan itu terus tumbuh dalam fase yang tetap tersebut yang tidak akan menyimpang dan berubah. Gerakannya yang terorganisasi dan tertib tidak akan menjadi lamban.

Dengan kekuatan yang tersimpan dalam sel yang tersari dari mani itu, ia terus bertolak di jalannya antara pengelolaan dan pengaturan hingga tibanya segumpal daging.

            “Kemudian air mani itu Kami Jadikan segumpal darah, dan segumpal daging itu Kami Jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami Bungkus dengan daging”

Di sini manusia dibuat terpana di hadapan pengungkapan al-Qur’an tentang hakikat penciptaan janin, yang sebelumnya belum diketahui secara jelas melainkan setelah tercapai kemajuan ilmu tentang janin lewat sinar X dan pembedahan. Sel-sel tulang itu adalah yang terbentuk pada awalnya dalam janin. Dan, tidak tampak satu pun sel daging kecuali setelah timbulnya sel-sel tulang dan setelah sempurna kerangka tulang pada janin. Hakikat inilah yang direkam oleh al-Qur’an, “Segumpal daging itu Kami Jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami Bungkus dengan daging” Mahasuci Allah Yang Maha Mengetahui.

“Kemudian, Kami Menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain…”

Inilah manusia yang memiliki karakter-karakter yang istimewa. Janin manusia mirip dengan janin hewan dalam pertumbuhan jasmaninya. Namun, janin manusia dijadikan makhluk yang berbentuk lain. Kemudian beralih kepada bentuk penciptaan yang istimewa itu, yang siap untuk tumbuh. Sedangkan janin hewan tetap pada tingkat hewan, kosong dari karakter-karakter kesempurnaan dan pertumbuhan yang dimiliki oleh janin manusia.

Sesungguhnya janin manusia dibekali dengan karakter-karakter khusus agar mampu menempuh jalannya dikemudian hari. Oleh karena itu, hewan tidak mungkin melampaui batas tingkat kebinatangannya, kemudian ia meningkat berangsur-angsur menjadi manusia, sebagagaimana yang dinyatakan oleh teori Darwin.

“Maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.” (al-Mu’minun:14)

Tiada seorang pun yang mencipta selain Allah. Kata ahsana dalam ayat itu bukan untuk menunjukkan kelebihan (tafdhil), tetapi untuk kebaikan yang mutlak bagi penciptaan Allah.

Sesungguhnya manusia akan terpaku dan terpana dihadapan apa yang mereka namakan dengan “mukjizat ilmu” ketika seorang manusia menciptakan suatu yang memiliki karakter tersendiri dan keikutsertaan langsung manusia di dalamnya. Keahlian ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan gerakan janin janin dalam fase-fasenya itu.[4]

Karakter dan sifat itu juga terus tumbuh menuju puncaknya yaitu “ciptaan yang lain”. Ia menjadi makhluk yang berakal, setiap bayi pun membawa sifat warisan yang berbeda-beda dan istimewa sendiri-sendiri. Semua itu tersimpan dalam satu tetes mani. Sesungguhnya berpikir hakikat ini saja sudah cukup membuka hati-hati yang terkunci ketika menyaksikan pemandangan yang sangat menakjubkan.

Kemudian redaksi surah menyempurnakan wisata dan periode pertumbuhannya. Kehidupan manusia diawali dari bumi dan tidak berakhir di bumi, karena unsur yang bukan tanah telah bercampur dengannya dan masuk dalam fase perjalanannya. Juga karena tiupan roh yang tinggi itu telah merumuskan targetnya, bukan target jasadnya yang bersifat hewani. Ia telah merumuskan tujuan finalnya, bukan tujuan final daging dan darah yang rendah. Roh itu telah mentukan bahwa kesempurnaan hakiki manusia tidak  akan tercapai di dunia, tidak juga dalam kehidupan di bumi ini. Namun, akan sempurna di periode yang baru yaitu di kehidupan akhirat.

Q.S Al-An’am : 98

                        وَهُوَ الَّذِي اَنْشَاَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَّاحِدَةٍ فَمُسْتَقَرٌّ وَّمُسْتَوْدَعٌ قَدْ فَصَلْنَا اْلآيَاتِ لِقَوْمٍ يَّفْقَهُوْنَ

“Dan Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu, maka bagimu ada tempat menetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran kami kepada orang-orang yang mengetahui”

نَفْسٍ وَّاحِدَةٍ : menurut mayoritas ulama memahaminya dalam arti Adam As, dan juga seperti syaikh Muhammad Abduh, Al-Qasimi dan beberapa ulama kontemporer yang memahaminya dalam arti jenis manusia laki-laki dan wanita[5]

مُسْتَقَرّ : mengandung makna menetap, huruf sin dan ta’ menunjukkan makna kemantapan, sehingga bermakna tempat menetap yang mantap ; Menurut ibnu mas’ud , ibnu abbas, mujahid, qatadah dan selain mereka, berpendapat “ tempat menetap” adalah rahim[6].

مُسْتَوْدَعٌ : bermakna meninggalkan sesuatu untuk kemudian pada saatnya diminta agar dikembalikan ; “tempat penyimpanan” adalah pada tulang punggung[7].

Penjelasan Ayat

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dari seorang diri yakni Adam As dan dari istrinya manusia berkembang biak atau menciptakan manusia dengan jenis yang satu. Allah telah memulai penciptaan manusia dari adam, dimana Allah menciptakannya dari tanah basah, kemudian Allah menjadikan tempat tinggal dimana manusia pernah tinggal didalamnya yaitu rahim kaum wanita, dan Allah juga menjadikan tempat penyimpanan yaitu tulang sulbi kaum laki-laki.[8] Nabi Adam lah yang menurunkan seluruh manusia melalui proses kelahiran dan pernikahan yang kemudian menetap di dalam rahim, dan tersimpan di dalam tulang rusuk. Allah SWT menunjukkan kepada manusia betapa maha kuasa dan maha besar kekuasaan-Nya.[9]

Ayat ini juga berbicara tentang asal kejadian manusia yang sama dari seorang ayah dan ibu atau sperma ayah dan ovum(sel telur) ibu, tetapi disini juga tersirat sebuah pesan, bahwa hakikat kemanusiaan orang perorang itu setara atau sama, karena walaupun berbeda-beda ayah dan ibu, tetapi unsur dan proses kejadiannya sama.

Jika dilihat dari kata مستقر , ia mengandung makna menetap, huruf sin dan ta’ menunjukkan makna kemantapan, sehingga bermakna tempat menetap yang mantap sedangkan lafaz مستودع  bermakna meninggalkan sesuatu untuk kemudian pada saatnya diminta agar dikembalikan.

Ulama berbeda pendapat tentang makna lafaz مستقر, ada yang mengartikannya sebagai tempat menetap di dunia ; ini bagi yang ditakdirkan Allah telah lahir. Sedangkan lafaz مستودع adalah tempat penyimpanan dalam sulb ayah di mana sperma dikandung, atau dalam rahim ibu di mana hasil pertemuan sperma dan ovum disimpan, dan ini bagi yang belum lahir. Ada juga yang mengartikan lafaz مستودع sebagai tempat penyimpanan di dalam kubur. Dan dengan ayat ini juga dijelaskan bahwa kehidupan di dunia akan disusul dengan kematian dan setiap orang akan melalui kuburan untuk ditempatkan sementara sebelum menuju kehidupan surga atau neraka. Ada juga yang memahami kata مستقر dalam arti rahim ibu dan مستودع sebagai shulb ayah. Akan tetapi, meskipun terdapat perbedaan, makna-makna diatas dapat tercakup kedalam dua kata tersebut.[10]

Al- Hajj:5

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٖ مِّنَ ٱلۡبَعۡثِ فَإِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن تُرَابٖ ثُمَّ مِن نُّطۡفَةٖ ثُمَّ مِنۡ عَلَقَةٖ ثُمَّ مِن مُّضۡغَةٖ مُّخَلَّقَةٖ وَغَيۡرِ مُخَلَّقَةٖ لِّنُبَيِّنَ لَكُمۡۚ وَنُقِرُّ فِي ٱلۡأَرۡحَامِ مَا نَشَآءُ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى ثُمَّ نُخۡرِجُكُمۡ طِفۡلٗا ثُمَّ لِتَبۡلُغُوٓاْ أَشُدَّكُمۡۖ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَىٰٓ أَرۡذَلِ ٱلۡعُمُرِ لِكَيۡلَا يَعۡلَمَ مِنۢ بَعۡدِ عِلۡمٖ شَيۡ‍ٔٗاۚ وَتَرَى ٱلۡأَرۡضَ هَامِدَةٗ فَإِذَآ أَنزَلۡنَا عَلَيۡهَا ٱلۡمَآءَ ٱهۡتَزَّتۡ وَرَبَتۡ وَأَنۢبَتَتۡ مِن كُلِّ زَوۡجِۢ بَهِيجٖ ٥

          “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (QS al-Hajj : 5)”.

نُّطۡفَةٖ      : setetes yang dapat membasahi. Ada juga yang memahami nuthfah dalam arti hasil pertemuan sperma dan ovum.

عَلَقَةٖ       : sesuatu yang bergantung atau berdempet pada dinding rahim.

مُّضۡغَةٖ    : sesuatu yang kadarnya kecil sehingga dapat dikunyah.

مُّخَلَّقَةٖ     : diambil dari kata khalaqa yang artinya mencipta atau menjadikan

طِفۡلٗا      : anak kecil/bayi berbentuk tunggal.

أَرۡذَلِ      : sesuatu yang hina atau nilainya rendah.

هَامِدَةٗ     : suatu kondisi antara hidup dan mati.

زَوۡجِۢ      : menunjuk pada aneka tubuhan, dapat juga diartikan pasangan dalam arti Allah menciptakan pasangan-pasangan bagi tumbuh-tumbuhan yang dengan pasangannya ia dapat berkembang biak.[11]

 Tafsir Ayat

Ayat ini menyatakan bahwa : Hai manusia, seandainya kamu dalam keraguan tentang keniscayaan hari kebangkitan serta kekuasaan Kami untuk menghidupkan manusia setelah mereka meninggalkan dunia ini maka camkanlah penjelasan kami ini: sesungguhnya kamu tadinya tidak pernah berada di pentas wujud ini, lalu kami dengan kuasa Kami telah menjadikan kamu, yakni orang tua kamu Adam, dari tanah, kemudian kamu selaku anak cucunya Kami jadikan dari nuthfah yakni setetes mani, kemudian setetes mani itu setelah bertemu dengan indung telur berubah menjadi ‘alaqah yakni sesuatu yang berdempet dengan dinding rahim, kemudian ‘alaqah mengalami proses dalam rahim ibu sehingga menjadi mudhghah yakni sesuatu yang berupa sekerat daging kecil, sebesar apa yang dapat dikunyah; ada mudhghah yang sempurna kejadiannya sehingga dapat berproses sampai lahir manusia sempurna, dan ada juga yang tidak sempurna kejadiannya. Proses ini dikemukakan agar kami jelaskan kepada kamu Kuasa Kami mencipta dari tiada menjadi ada, dan dari mati menjadi hidup, sekaligus menjadi bukti Kuasa Kami membangkitkan kamu setelah kematian. Bukankah perpindahan tanah yang mati ke nuthfah sampai akhirnya menjadi bayi yang segar bugar adalah bukti yang tidak dapat diragukan tentang terjadinya peralihan yang mati menjadi hidup.[12]

Banyak ulama memahami firman : Khalaqnaa min Turaab/ Kami telah menjadikan kamu dari tanah dalam arti menjadi leluhur kamu yakni Adam, dari tanah. Ada juga yang memahami kata turab disini dalam arti sperma sebelum pertemuannya dengan indung telur. Mereka memahami demikian atas dasar bahwa asal usul sperma adalah dari makanan manusia baik tumbuhan maupun hewan yang bersumber dari tanah. Jika demikian, keseluruhan tahap yang disebut pada ayat ini berbicara tentang reproduksi manusia, bukan seperti pendapat banyak ulama bahwa kata tanah dipahami sebagai berbicara tentang asal kejadian leluhur manusia yakni Adam.[13]

An-Nahl: 78

وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

            “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS an-Nahl:78)”.

ٱلسَّمۡعَ     : pendengaran

ٱلۡأَبۡصَٰرَ   : penglihatan-penglihatan[14]

َٱلۡأَفۡ‍ِٔدَة   : bentuk jamak dari kata fu’ad yang penulis terjemahkan dengan aneka hati.[15]

Tafsir Ayat

Ayat ini dapat dihubungkan dengan ayat yang lalu dengan menyatakan bahwa uraiannya merupakan salah satu bukti kuasa Allah menghidupkan kembali siapa yang meninggal dunia serta kebangkitan pada hari kiamat. Ayat ini menyatakan : Dan sebagaimana Allah mengeluarkan kamu berdasar kuasa dan ilmu-Nya dari perut ibu-ibu kamu sedang tadinya kamu tidak wujud, demikian juga Dia dapat mengeluarkan kamu dari perut bumi dan menghidupkan kamu kembali. Ketika Dia mengeluarkan kamu dari ibu-ibu kamu, kamu semua dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun yang ada di sekeliling kamu dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan-penglihatan, dan aneka hati sebagai bekal dan alat-alat untuk meraih pengetahuan agar kamu bersyukur dengan menggunakan alat-alat tersebut sesuai dengan tujuan Allah menganugrahkan-Nya kepada kamu.

Ayat di atas menggunakan kata (   ٱلسَّمۡعَ ) /pendengaran dengan bentuk tunggal dan menempatkannya sebelum kata (ٱلۡأَبۡصَٰرَ ) / penglihatan-penglihatan yang berbentuk jamak serta (َٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةَ )  / aneka hati yang berbentuk jamak.

Didahulukannya kata pendengaran atas penglihatan merupakan perururutan yang sungguh tepat karena memang ilmu kedokteran membuktikan bahwa indra pendengaran berfungsi mendahului indra penglihatan. Ia mulai tumbuh pada diri seorang bayi pada pekan-pekan pertama. Sedangkan, indra penglihatan baru bermula pada bulam ketiga dan menjadi sempurna menginjak bulan keenam. Adapun kemampuan akal dan mata hati yang berfungsi membedakan yang baik dan buruk, ini berfungsi lebih jauh sesudah kedua indra tersebut di atas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perurutan penyebutan indra-indra pada ayat di atas mencerminkan tahap perkembangan fungsi indra-indra tersebut.

Selanjutnya, dipilihnya bentuk jamak untuk penglihatan dan hati karena yang didengar selalu saja sama, baik oleh seorang maupun banyak orang dan dari arah mana pun datangnya suara. Ini berbeda dengan apa yang dilihat. Posisi tempat berpijak dan arah pandang melahirkan perbedaan. Demikian juga hasil kerja akal dan hati. Hati manusia sekali senang sekali susah, sekali benci sekali rindu, tingkat-tingkatannya berbeda-beda walau pun objek yang dibenci maupun yang dirindui sama.

Hasil penalaran akal pun demikian, ia dapat berbeda, boleh jadi ada yang sangat jitu atau tepat, dan boleh jadi merupakan kesalahan fatal. Kepala sama berambut, tetapi pikiran berbeda-beda.

Firman-Nya di atas menunjukkan kepada alat-alat pokok yang digunakan guna meraih pengetahuan. Yang alat pokok pada objek yang menjadi bahan material adalah mata dan telinga, sedangkan pada objek yang bersifat immaterial adalah akal dan hati.

Dalam pandangan al-Qur’an, ada wujud yang tidak tampak betapapun tajamnya mata dan kepala atau pikiran. Banyak hal yang tidak dapat terjangkau firman-Nya: (   لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔٗا  )  / tidak mengetahui sesuatu pun dijadikan oleh para pakar sebagai bukti bahwa manusia lahir tanpa sedikit pengetahuan pun. Manusia, kata mereka, bagaikan kertas putih yang belum dibubuhi satu huruf pun. Pendapat ini benar jika yang di maksud dengan pengetahuan adalah pengetahuan kasbiy, yakni yang diperoleh melalui upaya manusiawi. Tetapi, ia meleset jika menafikan segala macam pengetahuan karena manusia lahir membawa fitrah kesucian yang melekat pada dirinya sejak lahir, yakni fitrah yang menjadikannya “mengetahui” bahwa Allah Maha Esa. Di samping itu, ia juga mengetahui  walau sekelumit tentang wujud dirinya dan apa sedang dialaminya,[16]

PENJELASAN SAINS

Janin terbentuk dalam tiga fase, persis seperti pembangunan gedung yang besar dan rumit.

  1. Pertama adalah fase perencanaan dan persiapan. Ini disebut dengan nuthfah, masanya adalah 40 hari sejak hari pertama setelah masa menstruasi.
  2. Fase kedua adalah fase pelaksanaan dan pembangunan dengan cepat. Nama fase ini adalah ‘alaqah, karena isi kandungan dalam kondisi tergantung di dinding rahim. Di sana pula ia menjalani pembentukan organ-organ. Saat janin sudah memiliki bentuk yang utuh, maka ia sudah mirip dengan manusia dalam bentuk hal, kecuali tulang otot-ototnya yang belum terbentuk. Fase ini juga berlangsung selama 40 hari. Dan saat berakhir, maka isi kandungan telah mengisi rongga rahim secara penuh. Ia tidak algi tergantung pada dinding rahim.
  3. Fase ketiga adalah fase mudhghah, disebut demikian karena isi kandungan menjadi seperti segumpal daging. Mudghah terdiri dari dua macam, salah satunya disebut dengan mudhghah sempurna yaitu janin, dan yang kedua tidak sempurna yaitu plasenta. Kedua mudghah ini membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan dan satu sama lain saling membutuhkan. Fase mudghah ini juga berlangsung selama 40 hari. Kita tidak tahu pasti apa yang terjadi pada fase ini, kecuali yang berhubungan dengan pembentukan tulang dan otot. Fase ini akan berakhir dengan ditiupkannya ruh.[17]

Namun, ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa perkembangan manusia dalam rahim ibu melibatkan 3 proses, yaitu :[18]

  • Nuthfah, yakni proses percampran antara mani laki-laki dan wanita. Setetes mani (dalam ilmu reproduksi disebut sperma) mengandung jutaan sel spermatozoa[19] yang bercampur dengan sel telur (dalam ilmu reproduksi disebut ovum). Setelah terjadi percampuran selanjutnya terjadi peleburan diantara keduanya. Pada proses tersebut terjadi penembusan sel spermatozoa yang berhasil mencampuri sel telur. Pencampuran tadi disebut dengan proses fertilisasi yang terjadi pada tuba fallopi yang akhirnya menghasilkan zigot. Pada saat itulah Allah menentukan jenis kelamin.[20]
  • Organogenesis

Proses pembentukan organ mulai dari:

  1. a) Pembentukan segumpal darah (‘alaqah). Pembentukan ‘alaqah terjadi setelah proses peleburan antara sel spermatozoa dengan sel telur kemudian terbentuklah zigot (cikal bakal manusia). Zigot akan membelah membentuk embrio dan mengalami beberapa kali pembelahan. Dalam pembelahan ini juga diiringi dengan perjalanannya menuju rahim sebagai tempat yang kokoh untuk melekatnya embrio.didalam rahim inilah embrio berkembang menjadi janin.
  2. b) Pembentukan segumpal daging (mudhghah). Bentukan yang menyerupai segumpal daging ini terjadi pada minggu ke-3 hingga ke-8.
  3. c) Pembentukan tulang dan daging (otot). Pada tahap tersebut rangka manusia mulai dibentuk. Rangka tersebut terdiri dari tulang-tulang yang kemudian dibungkus dengan daging (otot). Pada tahap tersebut juga manusia mempunyai bentuk sempurna secara fisik.
  • Tahap Perkembangan

Tahap tersebut dimulai sejak minggu ke-8 yang telah menggambarkan kesempurnaan organ melalui organogenesis. Dalam hal ini telah terlihat beberapa anggota badan dan jenis kelamin. Keadaan seperti itu akan terus mengalami perkembangan  hingga menjelang kelahiran.

Embrio menjalani perkembangan pada bulan pertama dengan pembentukan organ-organ tubuh, sistem syaraf, dan indera serta pembentukan sel darah. Perkembangan ini akan dilanjutkan pada bulan-bulan selanjutnya. Pada bulan kedua, terjadi pembentukan dan perkembangan kepala dan anggota badan seperti tangan dan kaki. Selain itu juga terbentuk wajah, telinga, hidung dan mata. Pada permulaan minggu ke-5 anggota badan atas (tangan) dan bawah (kaki) tampak seperti tunas yang berbentuk dayung. Seiring bertambahnya umur calon bayi, maka cirri-ciri fisik semakin mirip dengan anggota barang dewasa.

Pada bulan ke-3 wajah semakin menyerupai manusia. Mata dan telinga mulai berkembang biak dan menempati posisi yang definitive. Anggota badan mencapai panjang yang relative, jika dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain, meskipun anggota bawah kurang berkembang jika dibandingkan dengan anggota badan atas. Pada bulan ke-3 ini juga alat kelamin luar berkembang baik sehingga jenis kelamin janin mulai dapat ditentukan. Peningkatan panjang janin terjadi pada bulan ke-4 dan ke-5. Pada bulan ke-5, gerakan janin sudah jelas dan dapat dirasakan oleh ibunya, rambut kepala dan rambut-rambut halus pada janinpun sudah dapat dilihat. Pada bulan ke-6 kulit janin masih sangat tipis, oleh karena itu tampak kemerah-merahan dan keriput. Hal tersebut disebabkan karena belum ada jaringan ikat dibawah kulit.[21]

sumber bacaan

[1] Al-Maraghi, Ahmad Musthafa.1993. Tafsir AL-Maraghi. Semarang: Toha Putra. Hlm. 12

[2] Quthb, Sayyid. 2004. Tafsir fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani. Hlm. 165

[3] Quthb, Sayyid. 2004. Tafsir fi Zhilalil Qur’an.……Hlm. 166

[4] Quthb, Sayyid. 2004. Tafsir fi Zhilalil Qur’an.……….hlm. 167

[5] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 4

[6] Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2

[7] ibid

[8] Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alusy Syeikh, Tafsir Al-Muyassar Jilid 1

[9] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al Wasith, Jilid 1

[10] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 4

[11] Qurais Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati) Vol.VIII. hlm.157

[12] Qurais Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol.VIII……… hlm.157

[13] Qurais Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati) Vol.VIII. hlm.154-155.

[14] Qurais Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati) Vol.VI. hlm.672.

[15] Al-Maraghi, Ahmad Musthafa.1993. Tafsir AL-Maraghi. Semarang: Toha Putra. hal 209 jld 14

[16] Qurais Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati) Vol.VI. hlm.675.

[17] Nadiah Thayyarah. 2013. Buku pintar Sains dalam al-Qur’an. Jakarta: Zaman. Hlm. 218

[18] Kiptiyah, Embriologi dalam Al-Qur’an:Kajian Pada Proses Penciptaan Manusia, (Malang, UIN Press Malang. 2007) hlm. 25

[19][19] Spermatozoa merupakan cairan yang yang disebut setetes mani, cairan tersebut tidak hanya mrngandung zat-zat yang berfungsi untuk menyediakan energy bagi sperma, menetralkan asam masuk ke rahim dan melicinkan lingkungan agar gerakan sperma menjadi lebih mudah.

[20] Kiptiyah, Embriologi dalam Al-Qur’an:Kajian Pada Proses Penciptaan Manusia, hlm.26.

[21] Kiptiyah, Embriologi dalam Al-Qur’an:Kajian Pada Proses Penciptaan Manusia, hlm.71-72

Komentarmu?