rahmadanil.com | taubat nasuha
Perspektif Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang taubat. Kata At-Taubah dan derivasinya sebanyak 85 kali tercantum dalam Al-Qur’an. Allah mengisahkan perbuatan umat-umat terdahulu berikut balasan dan pahala yang mereka terima. Allah juga menyebutkan akibat bagi orang-orang yang enggan bertaubat. Ayat-ayat tersebut adalah Q.s Thaha ayat 82, Al-Baqarah ayat 222, at-Tahrim ayat 8, Al-Baqarah ayat 160, Al-Maidah ayat 39, at-taubah ayat 118, dan Q.s an-Nisa’ ayat 18. [1]
Perspektif Hadis
Sedangkan dalam perspektif hadis, taubat mendapatkan porsi pembahasan yang sangat luas. Hal ini dapat kita saksikan dengan banyaknya hadis-hadis yang terperinci menjelaskan tentang taubat dengan segala permasalahannya. Seperti Sabda rasulullah :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ قَالَ سَمِعْتُ الْأَغَرَّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ ابْنَ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ حَدَّثَنَاه عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي ح و حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ كُلُّهُمْ عَنْ شُعْبَةَ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ
artinya
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Ghundar dari Syu’bah dari ‘Amru bin Murrah dari Abu Burdah dia berkata; “Saya pernah mendengar Al Agharr, salah seorang sahabat Rasulullah, memberitahukan Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah bersabda: ‘Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena aku bertaubat seratus kali dalam sehari.’ ” Telah menceritakannya kepada kami ‘Ubaidullah bin Mu’adz telah menceritakan kepadaku Bapakku. Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, dan telah menceritakan kepada kami Ibnul Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abu Dawud dan ‘Abdurrahman bin Mahdi semuanya dari Syu’bah dengan sanad ini” (H.R Muslim no 4871) [2].
Taubat adalah kembalinya seorang hamba kepada Allah Swt, dengan menghindari jalan orang-orang yang mendapat murka Allah dan orang-orang yang sesat. Petunjuk ke jalan yang lurus tidak akan diterima secara maksimal jika orang yang melakukan taubat tersebut buta dengan dosa yang terus menerus ia kerjakan. Kebutaannya tentang dosa, sangat bertentangan dengan pengetahuannya tentang hidayah.
Taubat dari dosa adalah suatu kewajiban bagi setiap diri manusia. Hal ini merupakan perintah Allah dan sunnah Nabi. Sahl bin Abdullah berkata “ siapa yang berpendapat bahwa taubat tidak wajib, maka sungguh ia adalah seorang kafir”.[3]
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, taubat merupakan istilah yang terbangun dari tiga Variabel, yaitu ilmu, keadaan dan amal. Ilmu akan menghasilkan keadaan dan keadaan akan menghasilkan amal. Semuanya merupakan sunnatullah yang tidak bisa diubah. [4]
Syaikh al-Anshari berkata dalam Manazil as-Sa’irin :[5]
Maksiat
“Maksiat itu dapat diketahui dengan tiga parameter. Pertama, engkau terlepas dari penjagaan ketika melakukannya. Kedua, engkau merasa senang saat melakukannya. Ketiga, engkau terus-menerus melakukannya tanpa ada usaha untuk memperbaikinya. Namun pada saat yang sama, engkau juga yakin bahwa Al-Haq Swt, selalu mengawasimu”.
Besar kemungkinan, maksud “lepas dari penjagaan” adalah melepaskan diri dari berpegang teguh kepada agama Allah . Senang melakukan maksiat adalah tanda bahwa ia sangat cenderung terhadap maksiat itu. Rasa senang ini juga menunjukkan bahwa ia buta dengan kekuasaan Zat yang ia dustai.
Ada tiga perkara berikut yang jika tidak ada dalam diri akan membawa seseorang kepada lembah kenistaan dan tidak akan mendapatkan kebahagiaan sejati. Ketiga hal tersebut adalah, (1) adanya rasa cemas mengalami matinya hati sebelum bertaubat, (2) rasa sesal karena melakukan pelanggaran terhadap Allah, (3) kebulatan tekad untuk menebus dan memperbaiki.
Syarat-syarat Taubat
Seseorang yang bertaubat harus melakukan beberapa hal berikut ini, karena ia adalah persyaratan yang akan memudahkan jalan mereka untuk mendapatkan ampunan Allah dan tentu saja supaya istiqamah dalam taubatnya. Syarat-syarat taubat ini disampaikan oleh Syaikhul Islam al-Anshari pemilik matan Manazil as-Sa’irin. Syarat-syarat taubat itu adalah sebagai berikut :
- Menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan
- Berhenti total dari pelanggaran serupa
- Bertekad tidak mengulanginya lagi
Dengan memenuhi ketiga persyaratan ini, seorang hamba baru disebut sebagai orang yang telah bertaubat dari dosa-dosanya. Inilah yang menjadi kunci pokok dari taubat yang tanpanya taubat Nasuha atau taubat yang sebenarnya itu tidak akan tercapai.
Manfaat yang Didapatkan oleh Orang yang Bertaubat
Taubat yang sungguh-sungguh dengan memenuhi segala persyaratannya akan menghasilkan manfaat yang sangat banyak bagi pelakunya, baik kehidupan dunia apalagi kehidupan akhirat yang abadi. Buah dari bertaubat itu adalah sebagai berikut [6] :
- Menghapuskan dosa dan memasukkan pelakunya ke dalam Syurga
- Memperbaharui keimanan
- Mengganti kejelekan dengan kebaikan
- Menang atas musuh yang nyata yaitu setan
- Mengalahkan nafsu yang selalu mengajak kepada kejelekan
- Terpecahnya hati kepada Allah
- Mendapatkan cinta Allah
- Allah merasa bahagia dengan orang yang bertaubat
Hal-hal yang menghalangi Taubat
Taubat merupakan adalah kebutuhan primer bagi manusia sebagaimana makan dan minum. Berpaling dari taubat akan mendatangkan bahaya dan membawa pelakunya kepada lembah kenistaan. Akan tetapi ada hal-hal yang membuat seseorang terhalang dari taubat, meskipun taubat itu adalah kebutuhan pokok manusia. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut :
- Meremehkan perbuatan dosa dan menganggapnya sebagai urusan yang sepele dan remeh, tidak pernah merasa khawatir maupun bingung
- Panjang angan-angan dengan menganggap bahwa kehidupan dunia ini abadi dan membenci kematian dengan beranggapan bahwa kematian itu tidak pernah mendekat
- Menipu diri sendiri dengan mengatakan bahwa Allah akan mengampuni meskipun tidak bertaubat. Ini adalah suatu kesalahan yang fatal, karena tidak ada sesuatu apapun yang dapat menjamin hal tersebut. Allah hanya akan memberikan ampunan kepada orang-orang yang bertaubat
- Kuatnya dosa dan adanya rasa putus asa terhadap ampunan Allah
- Tidak mengetahui hakikat kemaksiatan
- Berargumentasi dengan perkataan takdir Allah dengan mengatakan segalanya adalah takdir Allah, ketika ia bermaksiat-pun ia mengatakan bahwa ini adalah takdir Allah
Tanda-tanda Orang yang Bertaubat
Orang yang melakukan taubat Nasuha atau taubat yang sebenarnya, akan tercermin tanda-tanda lahir, hal ini terlihat dari kehidupannya sehari-hari. Berikut tanda-tandanya[7] :
- Bergaul dengan orang yang shaleh, dan menghindari berteman dengan orang-orang yang berperangai buruk
- Perilakunya lebih baik daripada yang sebelumnya
- Berhenti dari perbuatan dosa dan menerima dengan tangan terbuka terhadap segala kebajikan
- Selalu cemas terhadap azab dan murka Allah, sedikitpun ia tak pernah lepas dari rasa cemas ini.
- Hatinya berpaling dari hal-hal keduniaan, dan haus akan hal-hal yang bersifat ukhrawi
- Hatinya selalu aktif dan tersadar karena penyesalan dan rasa cemas yang terus membayangi
- Hancurnya hati tidak dapat serupa dengan apapun, dengan senantiasa menangisi setiap dosa yang pernah dilakukan dihadapan Allah Swt
Demikianlah pembahasan tentang taubat yang dapat kami sampaikan pada postingan kali ini. Semoga informasi ini bermanfaat, dan semoga kita menjadi hamba-hamba yang selalu bertaubat kepada Allah. Amiin
Sumber
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Ensiklopedia Taubat, Keira Publishing, Cilacap, Depok-Jawa Barat : 2014
Yusuf al-Qardhawi, Kitab Petunjuk Tobat Kembali Kepada Allah, Mizania, Ujung Berung, Bandung-Jawa Barat : 2008
Software Hadis 9 Imam Lidwa Pustaka
[1] Muhammad Fu’ad al-Baqi, Mu’jam Mufarras li Alfazil Qur’an
[2] Cd Lidwa Pustawa, kitab Shahih Muslim no 4871 bab استحباب الاستغفار والاستكثار منه
[3] Yusuf al-Qardhawi, Kitab Petunjuk Taubat hal 19
[4] Ibid hal 65
[5] Ensiklopedia taubat, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah hal 3
[6] Yusuf al-Qardhawi, Kitab Petunjuk Taubat hal 305-325
[7] [7] Ensiklopedia Taubat, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah hal XVII